Manila - Rupanya telah terjalin perjanjian rahasia antara Filipina dengan Malaysia yang dilakukan sekitar tahun 1983. Mantan senator Benigno “Ninoy” Aquino Jr. telah menjanjikan kepada Malaysia tidak akan mengungkit klaim masalah Sabah apabila Malaysia mau membantu Filipian dalam rangka melengserkan diktator kuat yang berkuasa waktu itu yaitu Ferdinand Marcos.
http://forticeoffice.com/ .adv - Pernyataan ini disampaikan oleh seorang pejabat kementrian luar negeri yang bernama Hermes Dorado. Aquino kemudian bertemu dengan PM Malaysia waktu itu Mahathir Mohammad sebelum dia sendiri meninggal dunia ketika ditembak mati sewaktu baru mendarat kembali di Filipina.
Pernyataan ini menurut Dorado juga didukung oleh pensiunan Jenderal yang bernama Ileto. Jenderal Ileta mengkonfirmasi hal ini secara tidak langsung bila Ninoy Aquino meminta pertolongan dari Mahathir dengan timbal balik tidak akan menggugat klaim Sabah.
"Tangan kita terikat hari ini karena kepemimpinan sampai saat ini berkomitmen untuk membatalkan klaim Filipina terhadap Sabah", demikian katanya.
Bukti paling nyata akan adanya kesepakatan ini terdapat dalam konstitusi 1987 yang mengamandemen artikel pertama dari konstitusi tahun 1973 yang menghapus kalimat, "dan semua wilayah yang dimiliki Filipina berdasarkan sejarah dan dan hukum".
Nyonya Aquino tidak mempunyai pilihan selain menghormati komitmen Ninoy (suaminya yang tewas di tembak red.) terhadap Mahathir karena dia perlu dukungan dari ASEAN untuk melegitimasi posisi dia sebagai presiden melalui revolusi People Power.
"PM Malaysia Mahathir menolak untuk menghadiri pertemuan ASEAN di Manila sampai presiden Cory Aquino melakukan perubahan terhadap artikel no. 1 dari konstitusi 1973", demikian katanya menambahkan.
Sabah menghasilkan minyak yang sangat menguntungkan sejak tahun 1987 dan akhirnya wilayah inilah yang diklaim oleh Kesultanan Sulu.
Disisi lain Jacel Kiram - putri Sultan Sulu - menyatakan bila perjanjian pinjam North Borneo itu berakhir tahun 1978 dan seharusnya rakyat Filipina yang mendapatkan keuntunga paling banyak atas wilayah ini, namun pemerintahan Aquino ternyata lebih mementingkan kepentingan PM Malaysia dibanding kepentingan rakyat Filipina.
Tekanan publik Filipina terhadap pemerintah semakin tinggi akhir-akhir ini setelah tersiar kabar bagaimana brutal dan buruknya perlakuan militer Malaysia terhadap warga Filipina yang tertangkap. Salah seorang calon senator dan tokoh Filipina seperti Greco Belgica mengatakan bila Filipina seharusnya siap sedia perang untuk membela warga Filipina.
Dari Malaysia sendiri pertempuran telah memakan korban 4 orang tewas dalam serangan terakhir. Namun dengan tertutupnya pintu informasi, tidak ada yang dapat mengkonfirmasi dengan jelas apa yang terjadi di dalam Sabah.
sumber: abs-cbnnews
http://forticeoffice.com/ .adv - Pernyataan ini disampaikan oleh seorang pejabat kementrian luar negeri yang bernama Hermes Dorado. Aquino kemudian bertemu dengan PM Malaysia waktu itu Mahathir Mohammad sebelum dia sendiri meninggal dunia ketika ditembak mati sewaktu baru mendarat kembali di Filipina.
Pernyataan ini menurut Dorado juga didukung oleh pensiunan Jenderal yang bernama Ileto. Jenderal Ileta mengkonfirmasi hal ini secara tidak langsung bila Ninoy Aquino meminta pertolongan dari Mahathir dengan timbal balik tidak akan menggugat klaim Sabah.
"Tangan kita terikat hari ini karena kepemimpinan sampai saat ini berkomitmen untuk membatalkan klaim Filipina terhadap Sabah", demikian katanya.
Bukti paling nyata akan adanya kesepakatan ini terdapat dalam konstitusi 1987 yang mengamandemen artikel pertama dari konstitusi tahun 1973 yang menghapus kalimat, "dan semua wilayah yang dimiliki Filipina berdasarkan sejarah dan dan hukum".
Nyonya Aquino tidak mempunyai pilihan selain menghormati komitmen Ninoy (suaminya yang tewas di tembak red.) terhadap Mahathir karena dia perlu dukungan dari ASEAN untuk melegitimasi posisi dia sebagai presiden melalui revolusi People Power.
"PM Malaysia Mahathir menolak untuk menghadiri pertemuan ASEAN di Manila sampai presiden Cory Aquino melakukan perubahan terhadap artikel no. 1 dari konstitusi 1973", demikian katanya menambahkan.
Sabah menghasilkan minyak yang sangat menguntungkan sejak tahun 1987 dan akhirnya wilayah inilah yang diklaim oleh Kesultanan Sulu.
Disisi lain Jacel Kiram - putri Sultan Sulu - menyatakan bila perjanjian pinjam North Borneo itu berakhir tahun 1978 dan seharusnya rakyat Filipina yang mendapatkan keuntunga paling banyak atas wilayah ini, namun pemerintahan Aquino ternyata lebih mementingkan kepentingan PM Malaysia dibanding kepentingan rakyat Filipina.
Tekanan publik Filipina terhadap pemerintah semakin tinggi akhir-akhir ini setelah tersiar kabar bagaimana brutal dan buruknya perlakuan militer Malaysia terhadap warga Filipina yang tertangkap. Salah seorang calon senator dan tokoh Filipina seperti Greco Belgica mengatakan bila Filipina seharusnya siap sedia perang untuk membela warga Filipina.
Dari Malaysia sendiri pertempuran telah memakan korban 4 orang tewas dalam serangan terakhir. Namun dengan tertutupnya pintu informasi, tidak ada yang dapat mengkonfirmasi dengan jelas apa yang terjadi di dalam Sabah.
sumber: abs-cbnnews
0 komentar:
Posting Komentar